Jakarta, SMPIT Insan Mubarak — Bom atom atau nuklir menjadi salah satu senjata perang dengan dampak terdahsyat. Hal itu sudah terbukti di kota Hiroshima dan Nagasaki saat Perang Dunia II 1940 silam.
Lewat teknologi virtual reality, seseorang pun bisa merasakan dampak yang kira-kira mirip dengan bom yang jatuh saat ini. Pada video yang beredar di Twitter, terlihat simulasi bom atom dijatuhkan ke tengah laut.
Beberapa saat setelah bom meledak, tampak langit menjadi kuning keputih-putihan. Setelah itu, asap membumbung tinggi dan angin dari bom menyapu pepohonan yang ada di sekitarnya.
Pohon-pohon yang tersapu angin bom itu langsung berubah hitam dan mati. Asap pun menjulang sangat tinggi sekitar setara gedung pencakar langit.
Meski hanya virtual reality (VR), para ahli sejatinya telah memperkirakan dampak bom atom atau nuklir terhadap kehidupan dunia. Mengutip Nature, konflik kecil antara kedua negara yang melibatkan senjata nuklir bisa mengakibatkan kelaparan global.
Jelaga dari kota yang terbakar akan mengelilingi planet dan mendinginkannya dengan merefleksikan sinar matahari kembali ke angkasa. Hal tersebut bisa mengakibatkan kegagalan panen tingkat global.
Dampak terparahnya, lima miliar orang bisa terancam kematian. “Jumlah manusia dengan presentase yang besar akan kelaparan. Ini sangat buruk,” kata Lili Xia, ilmuwan spesialis iklim di Rutgers University, New Jersey, Amerika Serikat seperti dikutip Nature.
Lili bersama koleganya membuat simulasi perang nuklir yang mungkin terjadi antara India vs Pakistan. Perang itu akan menghasilkan lima juta hingga 47 juta jelaga ke atmosfer. Jumlah lebih besar yakni 150 juta ton jelaga akan dihasilkan jika perang skala besar antara Rusia vs Amerika terjadi.
Data tersebut kemudian dimasukkan ke sistem yang disebut Community Earth System Model. Alat itu berguna untuk memprediksi iklim, yang didukung oleh National Center for Atmospheric Research (NCAR).

NCAR Community Land Model memungkinkan untuk mengestimasi produksi bahan-bahan pangan krusial seperti beras, gandum, kedelai, dan jagung) berdasarkan negara per negara. Selain itu, para ahli juga meneliti ketersediaan padang rumput ternak dan perikanan skala global.
Dalam skenario terkecil, perang nuklir lokal antara India dan Pakistan akan menurunkan produksi kalori sebanyak 7 persen dalam kurun waktu lima tahun sejak perang dimulai.
Sementara, skenario yang lebih besar -perang antara AS vs Rusia- produksi rata-rata kalori global menurun sekitar 90 persen dalam kurun tiga sampai empat tahun sejak perang itu dimulai.
Rentetan perubahan itu akan menyebabkan disrupsi katastropik dalam hal pasar pangan global. Bahkan penurunan sekitar 7 persen pun sudah melampaui anomali terbesar yang pernah tercatat sejak awal mula observasi Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada 1961.
Singkat cerita, dalam skenario yang lebih buruk, bakal ada lebih dari 75 persen penduduk Bumi kelaparan dalam dua tahun sejak itu.
“Data ini memberitahu kita satu hal. Kita harus mencegah perang nuklir untuk terjadi,” kata Alan Robock, Profesor Luar Biasa bidang ilmu iklim dari Department of Environmental Sciences Rutgers University, yang juga terlibat dalam studi ini seperti dikutip dari Science Daily.